Sejak perpindahan
Keraton Mataram Kartosuro menuju Keraton Surakarta (Boyong Kedhaton) akibat geger
pecinan yang terjadi pada hari Rabu
Pahing, 17 Sura, dengan sengkalan “Kambuling Puja Asyarsa ing Ratu“ (1670
Jawa = 1745 M atau tepatnya 17 Februari 1745),
Keraton Kasunanan Surakarta terus melaksanakan pembangunan. Mulai dari
bangunan keraton serta bangunan-bangunan pendukung lain, seperti keputren,
gapura, pemandengan dalem, masjid, pasar dan lain-lain. Bangunan-bangunan di
dalam beteng keraton pun dilakukan secara bertahap termasuk terdapat pula
perubahan-perubahan maupun perbaikan.
Keraton Surakarta dilengkapi pula dengan bangunan yang
difungsikan sebagai pawon. Hal ini berkaitan dengan selera kuliner Kasunanan
Surakarta yang tergolong penting. Sejak masa Paku Buwana
II ketika terjadi Boyong Kedhaton
disebutkan beberapa peralatan dapur yang dibawa. Hal ini menunjukkan bahwa pada
masa Paku Buwana II telah ada teknologi dan cara masak-memasak untuk hidangan
keluarga Keraton dan abdi dalemnya.
Kegiatan memasak di
lingkungan keraton berada dalam sebuah lembaga yang diberi nama Lembaga
Keputren yang dikepalai oleh keluarga raja bergelar Gusti Kanjeng Ratu
(G.K.R). Dapur-dapur yang berada di bawah lembaga keputren ini terdiri atas
dapur Gondorasan, untuk memasak berbagai keperluan sesaji dan
wilujengan untuk keperluan penyelenggaraan upacara-upacara adat yang
berlangsung di lingkungan Keraton Surakarta; dapur Sekul Langgen,
untuk memasak makanan bagi cadhong (pajurit kerajaan) pada masa dahulu
berupa nasi dan sayur sederhana; dan dapur Utama (Koken), serta Drowesono untuk keperluan menata dan
mensuplai minuman.
Pembangunan masa PB X
juga dilakukan di bangunan dapur. Sehubungan dengan aktivitas makan yang
teratur di dalam kraton dan banyaknya kegemaran kuliner dari PB X ditambah
dengan berbagai acara penyambutan tamu-tamu, maka PB X menyediakan empat buah pawon
khusus untuk memasak yaitu pawon Ageng untuk memasak segala masakan
besar (makanan pokok), pawon Nyirosuman khusus menyediakan
keleman atau makanan kecil, pawon Kridowoyo
(yang berarti tempat mengolah air keruh) yaitu tempat pengolahan susu yang
berasal dari peternakan sapi. serta pawon Drowesono dengan melakukan
pembangunan ulang sebagai tempat mengolah, menata dan mensuplai bermacam-macam
minuman Eropa.
Perubahan acara makan
dan perjamuan makan serta selera makanan di kraton Kasunanan terjadi pada masa
PB XI berkuasa. Hal ini berkaitan dengan situasi politik pada masa penjajahan
Jepang dan terjadinya perseteruan keluarga keraton. PB XI menangani sendiri
semua dapur yang ada di kraton dengan mengubah kawasan keputren yang menjadi
tempat aktivitas memasak menjadi dapur pribadi PB XI. Pawon Ageng, pawon
Nyirosuman, pawon Drowesono, pawon Kridowoyo dirubah
menjadi pawon modern dengan sebutan pawon Pakubuwanan. Pawon
Pakubuwanan ini terdiri dari dua Pawon yaitu pawon Jawa
dan pawon Modern. Pawon Jawa khusus
menyediakan makanan-makanan Jawa sedangkan Pawon Modern
khusus menyediakan makanan-makanan Eropa. Pawon yang tidak dirubah
adalah Pawon Gondorasan yang khusus membuat sesaji dan wilujengan bagi
acara-acara seremonial Kraton.